Olehkarena itu, Allah katakan bahwa Dialah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji, yaitu Allah-lah yang bersendirian, tidak butuh pada makhluk-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah sungguh Maha Terpuji pada apa yang Dia perbuat dan katakan, juga pada apa yang Dia takdirkan dan syari’atkan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11/316). Ketahuilah, Allah Ta’ala tidak membutuhkan amal ibadah kita. Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menyembah-Nya, namun bukan karena Ia butuh untuk disembah. Allah berfirman وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku saja. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh” QS. Adz Dzariat 56-58 Kita beribadah atau tidak, kita melakukan amal kebaikan atau tidak, kita taat atau ingkar, kita maksiat atau tidak, sama sekali tidak berpengaruh pada keagungan Allah Ta’ala. Andai seluruh manusia beriman dan bertaqwa, keagungan Allah tetap pada kesempurnaan-Nya. Andai semua manusia kafir dan ingkar kepada Allah, sama sekali tidak mengurangi kekuasaan-Nya. Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم . كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم . ما زاد ذلك في ملكي شيئا . يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم . وإنسكم وجنكم . كانوا على أفجر قلب رجل واحد . ما نقص ذلك من ملكي شيئا “Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal samapi yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku” HR. Muslim, Demikianlah, Allah Ta’ala tidak butuh terhadap ibadah kita. Lalu untuk apa kita berlelah-lelah, menghabiskan banyak waktu untuk beramal dan beribadah? Karena kita yang butuh untuk itu. Allah Ta’ala berfirman إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا “Jika kamu berbuat baik, kebaikan itu bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri” QS. Al Isra 7 وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ “Dan barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri” QS. Luqman 12. Maka apa lagi alasan untuk enggan dan malas beribadah dan beramal? Bukankah itu untuk kita sendiri? Ibadahmerupakan bentuk rasa syukur kita kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita. Nikmat yang telah Allah berikan kepada kita sangat banyak hingga kita tidak akan pernah mampu untuk menghitungnya. Nikmat bisa berupa nikmat iman, islam, kesehatan, kebahagiaan serta nikmat-nikmat lain yang perlu kita syukuri.

loading...Pengasuh Ponpes Ash-Shidqu Kuningan Jawa Barat, Al-Habib Quraisy Baharun. Foto/Istimewa Ketahuilah, Allah Ta'ala tidak membutuhkan amal ibadah kita. Allah Ta'ala memerintahkan manusia untuk menyembah-Nya, bukan karena DIA butuh untuk disembah. Tetapi manusialah yang butuh kepada Allah sebagaimana firman-Nyaيَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ"Hai manusia, kamulah yang sangat butuh kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu lagi Maha Terpuji." QS. Fathir 15. Baca Juga Menurut Pengasuh Ponpes Ash-Shidqu Kuningan Jawa Barat, Al-Habib Quraisy Baharun , andai semua manusia kafir dan ingkar kepada Allah, sama sekali tidak mengurangi kekuasaan dan kemulian-Nya. Allah Ta'ala berfirmanوَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku saja. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh". QS. Adz Dzariat 56-58 Baca Juga "Kita beribadah atau tidak, kita melakukan amal kebaikan atau tidak. Kita taat atau ingkar, kita maksiat atau tidak, sama sekali tidak berpengaruh pada keagungan Allah Ta'ala. Andai seluruh manusia beriman dan bertakwa, keagungan Allah tetap pada kesempurnaan-Nya," terang Habib Quraisy . Baca Juga Dalam sebuah Hadis Qudsi , Allah berfirmanيا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم . كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم . ما زاد ذلك في ملكي شيئا . يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم . وإنسكم وجنكم . كانوا على أفجر قلب رجل واحد . ما نقص ذلك من ملكي شيئا"Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal samapi yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku". HR. Muslim, No. 2577 Baca Juga Demikianlah Allah Ta'ala tidak butuh terhadap ibadah kita. Namun kitalah yang butuh untuk itu. Allah Ta’ala berfirmanإِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا"Jika kamu berbuat baik, kebaikan itu bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri". QS. Al Isra 7وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ"Dan barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri". QS. Luqman 12.Karena itu, apalagi alasan kita untuk enggan dan malas beribadah dan beramal? Bukankah itu untuk kita sendiri? Semoga tausiyah singkat ini bermanfaat dan menjadi penyemangat kita untuk beramal saleh. Baca Juga Wallahu Ta'ala A'lamrhs

Dengandemikian, terjemahan tidak perlu dilakukan dalam shalat, tetapi bisa dilakukan untuk ibadah di luar shalat. Kekhusyukan shalat juga sama sekali tidak ditentukan oleh adanya terjemahan dalam shalat, justru mungkin sebaliknya mengaburkan sekian banyak makna ayat-ayat Al- Qur’an, yang hakikatnya hanya Allah yang mengetahui maksudnya. - Walaupun Allah memerintahkan kita untuk beribadah, memberitakan bahwa tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada-Nya, namun bukan berarti Allah membutuhkan ibadah kita. Tidak ada manfaat yang Allah ambil dari kita dengan ibadah itu dan Allah pun tidak menginginkannya. Allah Mahakaya, Mahasempurna dan أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ“Hai manusia, kamulah yang membutuhkan kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu lagi Maha Terpuji.” QS. Fathir [35] 15Semua manfaat ibadah yang kita lakukan itu akan kembali kepada kita. Karena manusia adalah makhluk lemah, miskin dan tak شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ“Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” QS. An-Naml [27] 40Begitu pun, jika seluruh manusia kufur kepada Allah, tidak beribadah kepada-Nya, menelantarkan perintah-perintah-Nya dan melanggar larangan-larangan-Nya, maka hal itu tidak membahayakan Allah sama sekali. Akan tetapi kemadaratannya akan kembali kepada manusia itu يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِوَكِيلٍ“Katakanlah “Hai manusia, sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran Al Quran dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya petunjuk itu untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu.” QS. Yunus [10] 108وَقَالَ مُوسَى إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ“Dan Musa berkata “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari nikmat Allah maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” QS. Ibrahim [14] 8Allah subhaanahu wa ta’aala pun berfirman dalam hadis qudsi“Wahai hamba-hamba-Ku, andai orang-orang terdahulu kalian dan paling akhir, manusia dan jin, seluruhnya berhati orang yang paling takwa diantara kalian, hal itu tidak akan menambah kerajaan-Ku sedikit pun.”Wahai hamba-hamba-Ku, andai orang-orang terdahulu kalian dan paling akhir, manusia dan jin, seluruhnya berhati orang yang paling jahat diantara kalian, hal itu pun tidak akan pernah mengurangi sedikit pun dari kerajaan-Ku.” HR Muslim no. 2577Abu Khalid
. in Anak Muda Bicara. 2. allah. 479. VIEWS. Niat Karena-Alloh atau Lillaahi-Ta’ala yaitu “Yarjuuna Rohmatahu Wayakhoofuuna Adzaabahu” alias niat yang hanya berharap Rohmat Alloh (ridho Alloh & Surga Alloh) dan hawatir/takut dari Azab/siksa/neraka Alloh, mudah diucapkan namun dalam prakteknya perlu perjuangan dan konsistensi.
TOPIK UTAMA MENGAPA KITA BUTUH ALLAH? Banyak Orang Melupakan Allah ”Anda bisa hidup tanpa Allah? Jutaan orang terbukti bisa.” Itulah bunyi sebuah papan reklame yang baru-baru ini dipasang oleh kelompok ateis di suatu negeri. Di banyak negeri, orang-orang semakin yakin bahwa mereka bisa hidup tanpa Allah. Di pihak lain, banyak orang mengaku percaya Allah ada, tapi bertingkah laku seolah Ia tidak ada. Salvatore Fisichella, seorang uskup agung Katolik, mengatakan tentang jemaat gerejanya, ”Mungkin tidak ada yang bisa menebak bahwa kita orang Kristen karena gaya hidup kita sama saja dengan orang yang tidak beragama.” Ada yang tidak mau repot-repot memikirkan Allah karena sudah terlalu sibuk. Apalagi, mereka pikir Allah terlalu mulia sehingga tidak mungkin memperhatikan hidup setiap orang. Paling-paling, mereka ingat Allah sewaktu susah atau butuh sesuatu—Allah dianggap sebagai bawahan yang siap memenuhi keinginan mereka kapan pun mereka mau. Ada juga yang tidak mau mengikuti ajaran agama karena merasa itu tidak bermanfaat. Misalnya, 76 persen orang Katolik di Jerman menganggap hidup bersama sebelum menikah itu sah-sah saja, padahal gereja mereka maupun Alkitab melarang hal itu. 1 Korintus 618; Ibrani 134 Tentu, bukan hanya orang Katolik yang seperti itu. Para pemimpin berbagai agama menyayangkan sikap umat mereka yang ”sama saja seperti orang ateis”. Kalau begitu, apakah kita memang membutuhkan Allah? Hal ini sebenarnya sudah ditanyakan dalam buku pertama Alkitab, Kejadian. Untuk tahu jawabannya, mari kita bahas beberapa hal yang diceritakan dalam buku Kejadian. Sementarasebagian lainnya merasa berat dan susah ketika beribadah. Misalnya ketika akan melaksanakan shalat jiwa merasa berat, demikian pula ketika melaksanakan ibadah puasa maka badan menjadi lemah terasa. Apalagi jika ibadah tersebut memerlukan pengorbanan yang lebih, misalnya shalat shubuh di pagi hari ketika orang lain masih terlelap tidur.
Nasehat Dhuha Selasa, 5 Oktober 2021 27 Shafar 1443 H Oleh Sarwo Edy,ME Klikbmi, Tangerang – Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku. QS. Adz-Dzariyat 56. Apa yang ada di pikiran sahabat BMI Klikers jika mendengar ayat di atas? Yang pastinya salah satunya adalah tujuan manusia hidup yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT Sang Khaliq. Akan tetapi bagaimana jika ada pertanyaan selanjutnya, Berarti Allah membutuhkan ibadahnya seorang hamba? Jika Allah masih membutuhkan ibadah hamba-Nya. Berarti Allah menafikan sifat-Nya yang ada di asmaul husna yaitu Al-Ghani Maha Berkecukupan. Yang artinya Allah tidak membutuhkan yang lain. Lantas untuk apa Allah menyuruh hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya? Dalam hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman, يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا “Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.” HR. Muslim no. 2577 Dari hadist qudsi di atas, secara tersirat dijelaskan bahwa Allah tidak membutuhkan ketaqwaan dari seorang hamba-Nya. Bahkan ketaqwaan dan maksiat dari seorang hamba tidak akan menambah atau mengurangi kekuasaan-Nya. Akan tetapi, sebenarnya ibadah atau amal baik apapun yang diperintahkan oleh Allah untuk hamba-Nya adalah untuk hamba itu sendiri dan manfaatnya kembali ke hamba itu sendiri. Salah satunya adalah perintah bersyukur di dalam surat Luqman ayat 12 yang berbunyi وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. Selain itu, Allah juga menyatakan bahwa amalan-amalan baik yang diperintahkan kepada hamba-Nya akan kembali ke hamba itu sendiri. Allah SWT berfirman di dalam surat Al-Isra’ ayat 7 yang berbunyi Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri Jika kita sebagai seorang hamba masih berpikiran bahwa Allah membutuhkan ibadah kita, maka biasanya kita “hanya sekedar” menunaikannya untuk menggugurkan kewajiban kita sebagai seorang hamba. Akan tetapi, jika kita beranggapan bahwa kita lah yang membutuhkan Allah, maka kita akan menjadikan ibadah kita tidak hanya sekedar menggugurkan kewajiban, akan tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai kebutuhan. Sehingga kita lebih “serius” dalam beribadah kepada-Nya. Ibadah kepada Allah adalah esensi dari tauhid uluhiyyah. Ibadah itu ibarat makanan. Jika kita butuh makan untuk kebutuhan jasmani kita. Maka kita butuh ibadah untuk kebutuhan rohani kita. Wallahu a’lam bish-showaab. Mari terus ber-ZISWAF Zakat,Infaq,Sedekah dan Wakaf melalui rekening ZISWAF Kopsyah BMI 7 2003 2017 1 BSI eks BNI Syariah a/n Benteng Mikro Indonesia atau menggunakan Simpanan Sukarela 000020112016 atau bisa juga melalui DO IT BMI 0000000888. Sularto/Klikbmi

Septem · ALLAH TA’ALA TIDAK BUTUH IBADAH KITA Ketahuilah, Allah Ta’ala tidak membutuhkan amal ibadah kita. Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menyembah-Nya, namun bukan karena Ia butuh untuk disembah. Allah berfirman:

9 FOLLOW untuk mengikuti artikel-artikel mencerahkan Follow Us Mengapa dalam nalar-keimanan kita terpatri pemahaman bahwa praktik-praktik ibadah dilakukan karena perintah Allah dan dimaksudkan untuk menyembah-Nya? Itu terjadi, karena mispersepsi terhadap firman-firman Allah yang secara literal kurang lebih mengungkapkan demikian. Sehingga, problematika itu menjadi bagian integral dari terbentuknya nalar-keimanan yang rancu. Praktik-praktik peribadatan yang selama ini kita lakukan, seperti puasa, salat, zakat, haji, masih terkonstruksi dalam pengertian bahwa itu semua dilakukan karena perintah Allah dan untuk menyembah-Nya. Tak sedikitpun terbersit dalam nalar-keimanan kita bahwa, Allah sebagai Zat Mahakuasa tidak membutuhkan ibadah dan sesembahan apapun. Bagaimana mungkin Zat Yangmahakuasa meminta sesuatu dari ciptaan-Nya? Berkebalikan dari itu, justru banyak sinyalemen yang memberi pertanda bahwa semua ibadah dalam doktrin Islam berdimensi kemanusiaan antroposentrisme, bukan berdimensi ketuhanan/teosentrisme Arkoun, 1993. LIKE untuk mengikuti artikel-artikel mencerahkan Sebab itu, peribadatan dalam Islam tidak ditujukan untuk menciptakan muslim yang saleh secara ritual dan saleh terhadap Allah an sich. Peribadatan seharusnya dilakukan seorang untuk menghasilkan kesalehan privat dan sosial, karena demikian itulah substansi peribadatan yang dimaksudkan dan diperintahkan Allah. Peribadatan yang berdimensi antroposentris memiliki arti bahwa semua peribadatan tidak satupun dimaksudkan untuk menyembah Allah, apalagi dengan pemahaman bahwa Allah mempunyai kepentingan terhadap ibadah tersebut. Dimensi antroposentrisme ibadah, hanya dimaksudkan untuk kepentingan umat manusia semata, supaya mereka mendapat ketenangan setelah keruhnya kehidupan dunia. Sebaik-baiknya implementasi ibadah juga harus tertransformasi kepada dimensi sosial yang lain. Jadi, ibadah tidak hanya untuk kepentingan privat-antroposentris, melainkan juga untuk kepentingan sosial-antroposentris. Problematika Teks Mengapa dalam nalar-keimanan kita terpatri pemahaman bahwa praktik-praktik ibadah dilakukan karena perintah Allah dan dimaksudkan untuk menyembah-Nya? Itu terjadi, karena mispersepsi terhadap firman-firman Allah yang secara literal kurang lebih mengungkapkan demikian. Sehingga, problematika itu menjadi bagian integral dari terbentuknya nalar-keimanan yang rancu. Banyak sekali firman-firman Allah yang dimispersepsi sehingga dampaknya tidak dirasakan secara substansial dalam dimensi antroposentris. Misalnya firman-firman Allah seperti “tidak Ku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku 5156, atau “manusia harus menyembah Allah yang telah menciptakannya dan manusia-manusia sebelumnya supaya ia bertakwa 221, atau “sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan selain-Nya 759. Hadis Qudsi yang mengungkapkan tujuan diciptakan manusia adalah untuk mengonfirmasi eksistensi Allah, juga turut mengesankan seakan-akan Allah memang ingin disembah. Ibrahim Madkour, dalam catatan Boisard pernah mengutip hadis qudsi itu “Aku ini dulunya sebagai suatu harta simpanan yang tak diketahui, kemudian Aku ingin agar dikenal.” Untuk maksud itu, Allah menciptakan manusia, maka manusia mengetahui-Nya Boisard, 1980 Sesungguhnya teks-teks itu tidak problematis. Problematika terjadi akibat mispersepsi terhadap teks-teks itu. Apa dampak mispersepsi dari teks-teks itu? Salah satu hal fundamental yang dampaknya dirasakan secara langsung dalam kehidupan kita adalah anggapan bahwa ibadah dilakukan karena perintah Allah dan untuk menyembah-Nya. Dalam dataran itulah, ibadah hanya berdimensi teosentrisme. Padahal, tujuan fundamental ibadah supaya manusia mendapat ketentraman bagi dirinya privat-antroposentris dan bagi orang lain di sekelilingnya sosial-antroposentris. Konfirmasi Teks Di balik perintah Allah agar menusia beribadah untuk menyembah-Nya, sesungguhnya tersirat penekanan bahwa ibadah sesungguhnya untuk umat manusia itu sendiri. Firman-firman Allah yang memerintahkan supaya kaum muslim beribadah, adalah firman yang berfungsi sebagai konfirmasi bahwa kaum muslim sesungguhnya membutuhkan dimensi spiritualitas dan religiositas dalam kehidupan. Semua itu hanya akan ditemukan dengan cara menyembah Allah sebagai harapan kehidupan yang lebih baik di dunia maupun setelah dunia. Jadi, kata perintah amar yang menyatakan Allah meminta kaum muslim menyembah-Nya, tidak berarti Allah memerintah Ia disembah, melainkan mengonfirmasi bahwa kesadaran untuk menyembah Allah akan menguntungkan. Dari pemahaman itu, sesungguhnya sangat merugilah mereka yang tidak menyembah Allah. Menyembah Allah, tidak berarti sesembahan itu untuk Allah, melainkan demi kepentingan kaum umat manusia itu sendiri Wahid, 1997. Ini senada dengan tujuan fundamental ibadah dalam doktrin Islam. Keadilan Allah, justru terletak pada saat Ia tidak membutuhkan ibadah dari ciptaan-Nya. Cukuplah setiap perintah ibadah untuk kepentingan umat itu sendiri. Dengan demikian, kesadaran untuk beribadah bukan lagi karena “paksaan” perintah Allah tapi datang dari dorongan internal kita. Pemahaman bahwa ibadah untuk umat manusia itu sendiri, akan menimbulkan spirit dan rangsangan untuk lebih banyak lagi beribadah. Dengan demikian, kita diharapkan akan menemukan kedamaian privat dan memiliki etos transformasi sosial. Di situ juga tersirat pesan bahwa kita tidak bisa hanya berharap dari kerja-keras dan penalaran kita saja agar hidup ini lebih tentram. Dengan adanya kesadaran beribadah seperti itu, sesungguhnya terletak pengandaian bahwa setiap manusia membutuhkan harapan-harapan dan kedamaian dengan menyembah Allah. Jadi, Allah tidak butuh disembah, melainkan kita sendiri yang sesungguhnya butuh menyembah-Nya. Pertama ibadah kurban adalah wujud rasa syukur seorang hamba kepada Tuhan. Begitu banyak nikmat yang diberikan oleh Allah dan manusia tidak mungkin untuk bisa menghitung nikmat itu. Dengan nikmat yang banyak, manusia diminta untuk menunjukan bentuk syukur dengan sholat yang pelaksanaannya rutin dalam sehari lima waktu dan ditambah
Salah satu perintah pertama yang Allah abadikan dalam al-Qur’an adalah perintah untuk menunaikan ibadah, coba kita buka kembali lembaran-lembaran Qur’anul Karim di sana kita akan menemukan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam ayat 21 يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ “Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa” Walaupun Allah memerintahkan manusia untuk beribadah dan menciptakan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya. Itu bukan berarti bahwa Allah membutuhkan ibadah hamba-Nya. Namun melainkan, karena manusia lah yang butuh terhadap ibadah yang Allah perintahkan. Manusia yang Butuh kepada Allah Diperkuat dengan sebuah Hadis Qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم . كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم . ما زاد ذلك في ملكي شيئا . يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم . وإنسكم وجنكم . كانوا على أفجر قلب رجل واحد . ما نقص ذلك من ملكي شيئا “Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari awal penciptaan sampai akhir penciptaan. Seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari awal penciptaan sampai akhir penciptaan. Seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku” HR. Muslim, Dari hadis Qudsi ini kita bisa memahami bahwa, walaupun semua manusia dan jin pun memiliki akhlak yang baik, ibadahnya luar biasa rajin, ataupun mereka memiliki level ketaqwaan yang paling tinggi. Itu semua tidak akan menguntungkan sama sekali bagi Allah. Begitu juga walaupun semua makhluk hidup yang ada di permukaan bumi ini, mereka tidak pernah beribadah, selalu membuat kerusakan di muka bumi ini, membuat permusuhan dan kebencian, ataupun memiliki level kejahatan/kedzaliman paling tinggi. Maka itu tidak akan merugikan Allah sedikitpun. Bahkan jikalaupun kita meminta apapun kepada Allah, baik harta kekayaan, prestasi yang menjulang, jabatan yang terhormat, ataupun keturunan yang banyak. Itu semua hanya diumpamakan seperti mengambil air laut dengan jarum, kemudian diangkat. Ibadah Untuk diri Kita Sendiri Maka timbul pertanyaan “Jadi sebenarnya untuk apa kita beribadah?”. Dikutip dari Mohammed Arkoun, seorang filsuf Islam modern dari Aljazair berpendapat dalam bukunya Nalar Islami Nalar Modern 1994; Ibadah yang Allah perintahkan tidak ditujukan untuk menciptakan Muslim yang saleh secara ritual dan saleh terhadap Allah Swt semata. Baginya, peribadatan seharusnya dilakukan seorang untuk menghasilkan kesalehan privat dan sosial, karena demikian itulah substansi peribadatan yang dimaksudkan dan diperintahkan Allah Swt. Dalam artian yang sama beribadah sebenarnya untuk kebutuhan dirinya sendiri, bukan untuk Allah. Semua itu ternyata diperkuat dengan Firman Allah Swt وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku saja. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh” QS. Adz Dzariat 56-58 Dari sini kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa Allah tidak butuh ibadah kita melainkan sebaliknya, kitalah yang butuh! Ibadah itu ibarat makan, kita makan agar mendapatkan energi, membantu pertumbuhan jasmani. Begitu juga dengan ibadah, kita beribadah agar mendapatkan ketentraman dan kedamaian rohani, dan juga agar semakin menumbuhkan rasa ketaqwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga kita tetap senantiasa istiqamah dalam beribadah, menjadikan ibadah sebagai kebutuhan sehingga melahirkan berbagai kebaikkan. Aamiin. Editor An-Najmi Fikri R
5 Bagaimana buku Wahyu menunjukkan bahwa kita perlu memastikan ibadah kita diterima oleh Yehuwa? 5 Mulai dari pasal pertama buku Wahyu, kita bisa melihat bahwa Yesus tahu betul apa yang terjadi dalam sidang Kristen.(Why. 1:12-16, 20; 2:1) Itu terbukti dari pesan yang dia sampaikan kepada tujuh sidang di Asia Kecil pada abad pertama.Dalam pesannya itu, dia
renungan Januari 19, 2021Januari 18, 2021 1 Minute Ketahuilah, Allah Ta’ala tidak membutuhkan amal ibadah kita. Allah Ta’alamemerintahkan kita untuk menyembah-Nya, namun bukan karena Ia butuh untuk disembah. Allah berfirman وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku saja. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh” QS. Adz Dzariat 56-58 Kita beribadah atau tidak, kita melakukan amal kebaikan atau tidak, kita taat atau ingkar, kita maksiat atau tidak, sama sekali tidak berpengaruh pada keagungan Allah Ta’ala. Andai seluruh manusia beriman dan bertaqwa, keagungan Allah tetap pada kesempurnaan-Nya. Andai semua manusia kafir dan ingkar kepada Allah, sama sekali tidak mengurangi kekuasaan-Nya. Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم . كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم . ما زاد ذلك في ملكي شيئا . يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم . وإنسكم وجنكم . كانوا على أفجر قلب رجل واحد . ما نقص ذلك من ملكي شيئا “Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal samapi yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku” HR. Muslim, Demikianlah, Allah Ta’ala tidak butuh terhadap ibadah kita. Lalu untuk apa kita berlelah-lelah, menghabiskan banyak waktu untuk beramal dan beribadah? Karena kita yang butuh untuk itu. Allah Ta’ala berfirman إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا “Jika kamu berbuat baik, kebaikan itu bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri” QS. Al Isra 7 وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ “Dan barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri” QS. Luqman 12. Maka apa lagi alasan untuk enggan dan malas beribadah dan beramal? Bukankah itu untuk kita sendiri? sumber Telah Terbit Januari 19, 2021Januari 18, 2021 Navigasi pos Jadikesimpulannya, ibadah merupakan seluruh aspek kehidupan. Tidak terbatas pada saat saat singkay yang di isi dengan cara cara tertentu. Suatu ibadah mempunyai nilai yaitu jalan hidup dan seluruh aspek kehidupa dan merupakan tingkah laku, tindak tanduk, pikiran dan perasaan semata mata untuk Allah, yang di bangun dengan suatu sistem yang jelas, yang di Walaupun Allah memerintahkan kita untuk beribadah, memberitakan bahwa tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada-Nya, namun bukan berarti Allah membutuhkan ibadah kita. Tidak ada manfaat yang Allah ambil dari kita dengan ibadah itu dan Allah pun tidak menginginkannya. Allah Mahakaya, Mahasempurna dan Mahakuasa. Pernah suatu saat kita merasa hampa dalam beribadah. Ibadah yang kerap dilakukan terasa kering tanpa ruh. Seolah-olah hanya menjalakan rutintas belaka tanpa makna. Bahkan dalam kondisi sendiri, kita sering merasa futur dalam beribadah. Bahkan bisa jadi sampai meninggalkan amalan-amalan sunnah yaumiyah kita. Mungkin dalam hati kita sering melakukan pembelaan-pembelaan yang sebetulnya tidak patut dibela. Misalkan kita berdalih karena banyak faktor yang menyebabkan keringnya ibadah yang kita lakukan. Semisal karena pekerjaan yang “padat merayap”. Banyak hal yang harus diselesaikan dan lain sebagainya. Di sisi lain ternyata ada sosok manusia yang boleh jadi pekerjaannya jauh lebih banyak ketimbang kita masih istiqomah menjalankan ibadah harian. Kita tanpa sadar sering meninggalkan amalan-amalan sunnah harian bahkan karena seringnya, meninggalkan amalan–amalan sunnah itu, menjadikannya sebagai kebiasaan. Terus-menerus berlangsung tanpa kita sadari dan renungi. Semakin sering maka semakin biasa kita meninggalkannya. Seakan-akan tidak merasakan kehilangan atau berdosa ketika meninggalkannya. Dahulu saat kita belajar mengaji mungkin kita begitu bersemangat melakukan amalan-amalan sunnah itu. Kita tidak rela meninggalkannya meski dalam keadaan sibuk sekalipun. Bahkan bisa jadi ketika kita dalam kondisi sibuk kita berjihad mencuri-curi waktu untuk melakukan amalan-amalan sunnah tersebut. Allah terasa begitu dekat di hati kita. Kita seakan-akan begitu sangat diawasi, sampai-sampai kita sangat khawatir jika amalan-amalan sunnah itu kita tinggalkan. Saya mengibaratkan amalan-amalan sunnah kita itu seperti ban luar kendaraan kita. Ketika ban luar itu tidak kita perbaharui, lama ke lamaan ban luar itu tidak menjadi pelindung ban dalam lagi. Akibatnya ban dalam kendaraan kita sering bocor. Bahkan terkoyak-koyak. Dahulu saat belajar mengaji kita begitu bersemangat menasehati sahabat-sahabat kita ketika mereka lalai dalam menjalankan ibadah, namun dengan dalih kedewasaan beragama, kita membiarkan saja sahabat kita itu meninggalkan ibadahnya, baik karena lupa ataupun di sengaja. Menasehati dengan kata-kata haluspun tidak. Memberikan sindiran secara haluspun pun tidak. Kita menjadi individualistis. “Ah biarkan saja itu urusannya sendiri, bukan urusan saya!” Padahal sangat mungkin kita menasehatinya tanpa harus merusak hubungan pribadi kita. Padahal kita ini adalah sesama saudara. Apakah tega kita melihat saudara kita sendiri jatuh ke jurang dengan membiarkannya tanpa menasehatinya?. Bukanlah di dalam surat Al-Ashr ayat 3 kita telah belajar bahwa tugas menasehati itu bukan monopoli satu pihak, akan tetapi ada kata “saling” yang berarti ada hubungan timbal balik? Apakah lantaran khawatir temakan omongan kita sendiri, takut di cap munafik, kita menjadi tidak peduli dengan sesama saudara sendiri? Terkadang saya sendiri membayangkan seandainya itu terjadi, bagaimana kondisi kita di masa yang akan datang? Ukhuwah Islamiyah kita bisa sangat terancam dengan gejala individualisme kita. Kita membiarkan saja saudara kita terjatuh tanpa memperdulikannya sekalipun. Nauzubillah mindzaalik. Allah Tak Butuh Ibadah Kita.. Kita Yang Butuh Allah.. “Hai manusia, kamulah yang membutuhkan kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu lagi Maha Terpuji.” QS. Fathir 15 Semua manfaat ibadah yang kita lakukan itu akan kembali kepada kita. Karena manusia adalah makhluk lemah, miskin dan tak sempurna. “Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” QS. An-Naml 40وَقَالَ مُوسَى إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ “Dan Musa berkata “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari nikmat Allah maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” QS. Ibrahim 8 Begitu pun, jika seluruh manusia kufur kepada Allah, tidak beribadah kepada-Nya, menelantarkan perintah-perintah-Nya dan melanggar larangan-larangan-Nya, maka hal itu tidak membahayakan Allah sama sekali. Akan tetapi kemadaratannya akan kembali kepada manusia itu sendiri. “Katakanlah “Hai manusia, sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran Al Quran dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya petunjuk itu untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu.” QS. Yunus 108 Allah Subhaanahu wa Ta’ala pun berfirman dalam hadits qudsi “Wahai hamba-hamba-Ku, andai orang-orang terdahulu kalian dan paling akhir, manusia dan jin, seluruhnya berhati orang yang paling takwa diantara kalian, hal itu tidak akan menambah kerajaan-Ku sedikit pun.” Wahai hamba-hamba-Ku, andai orang-orang terdahulu kalian dan paling akhir, manusia dan jin, seluruhnya berhati orang yang paling jahat diantara kalian, hal itu pun tidak akan pernah mengurangi sedikit pun dari kerajaan-Ku.” HR Muslim . Maka masihkah kita enggan dan malas beribadah? Siapa butuh siapa????

Secaradzat, Allah sungguh tidak butuh pada mereka. Oleh karena itu, Allah katakan bahwa Dialah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji, yaitu Allah-lah yang bersendirian, tidak butuh pada makhluk-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah sungguh Maha Terpuji pada apa yang Dia perbuat dan katakan, juga pada apa yang Dia takdirkan dan syari’atkan.” [2]

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وَ إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ أَمَّا بَعْدُ Ma’asyiral Muslimin Wa Zumratal Mukminin, Rahimani Wa Rahimakumullah! Alhamdulillah, segala puji syukur hanyalah milik Allah Rabb semesta alam. Berkat nikmat-Nya, rahmat-Nya, dan kuasa-Nya, serta pertolongan dari-Nya, pada siang hari ini kita dimudahkan dan dianugerahi kemampuan untuk melaksanakan salah satu kewajiban sebagai seorang muslim yaitu menunaikan sholat jum’at secara berjama’ah. Shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada suri teladan kita, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, untuk keluarga beliau, para sahabat radhiyallahu anhum, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan orang-orang yang selalu menjaga kemurnian Islam dan Imannya hingga hari akhir. Kaum Muslimin Sidang Jum’at, Semoga Allah merahmati Kita Semua Salah satu prinsip yang perlu kita ketahui dan kita pahami, bahwa setiap ketaatan yang kita lakukan, setiap ibadah yang kita lakukan, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala sama sekali tidak membutuhkannya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membutuhkan ketaatan atau ibadah yang dilakukan oleh makhluk-Nya. Sehingga tidak ada satu pun ibadah yang kita lakukan, yang kepentingannya atau kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada! Begitupula kalaupun seluruh manusia yang ada dimuka bumi ini, semuanya kufur kepada Allah, Allah subhanahu wa ta'ala tetap Maha Kuasa. Allah subhanahu wa ta'ala tetap Maha Perkasa. Dan Kerajaan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah akan berkurang sedikit pun. Demikian juga seandainya seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini semuanya taat ibadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala, maka itu pun tidak akan berpengaruh memberi tambahan terhadap kekuasaan dan kerajaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana perkataan Nabi Musa alaihissholatu wa salam yang Allah abadikan didalam Al Qur'an. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam Surah Ibrahim ayat yang kedelapan وَقَالَ مُوسَىٰٓ إِن تَكْفُرُوٓا۟ أَنتُمْ وَمَن فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ ٱللَّهَ لَغَنِىٌّ حَمِيدٌ Dan Musa berkata Ketika mendakwahi kaumnya “Jika seandainya kalian dan seluruh apa yang ada di muka bumi ini semuanya ingkar kufur kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. QS. Ibrahim 8 Demikian juga tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan wahyu tentang perintah ibadah haji, kemudian ada sebagian diantara hamba – hamba-Nya yang dia berat hati, tidak mau berangkat haji bahkan sampai mengingkari perintah ibadah haji padahal dia sangat mampu, Maka Allah subhanahu wa ta'ala berfirman وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu dari semesta alam.” QS. Ali Imran 97 Artinya maksud dari dua ayat tersebut adalah siapa saja yang berbuat taat, sama sekali tidak menambah kerajaan Allah dan begitupula siapapun yang tidak mau melakukan ketaatan, itu juga tidak mengurangi kerajaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Disebutkan dalam sebuah hadits qudsi dari sahabat Abu Dzar al-Ghifari radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam meriwayatkan dari Rabnya, Allah Ta’ala berfirman يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا “Wahai hamba - hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian serta manusia dan jin, semuanya berada pada tingkat ketakwaan yang paling tinggi, maka hal itu sedikit pun tidak akan menambahkan kekuasaan-Ku. يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا Wahai hamba - hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian serta jin dan manusia semuanya berada pada tingkat kedurhakaan yang paling buruk, maka hal itu sedikitpun tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku. يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلَّا كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ Wahai hamba - hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian serta semua jin dan manusia, semuanya berdiri di atas bukit untuk memohon kepada-Ku, kemudian masing-masing Aku penuh permintaannya, maka hal itu tidak akan mengurangi kekuasaan yang ada di sisi-Ku, melainkan hanya seperti benang yang menyerap air ketika dimasukkan ke dalam lautan.” HR. Muslim 4674 Kaum Muslimin Sidang Jum’at, Semoga Allah merahmati Kita Semua Dengan demikian, ketataan yang kita lakukan sepeser pun tidak kembali kepada keuntungan Allah. Demikian juga kemaksiatan yang kita kerjakan, sama sekali tidak mengurangi kerajaan Allah. Karena sejatinya apa yang dilakukan atau dikerjakan oleh manusia, maka akan kembali kepada dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tatkala kita melakukan ketaatan atau ibadah, siapakah yang mendapatkan manfaatnya? Maka Jawabannya adalah diri kita sendiri yang akan mendapatkan manfaatnya. Demikian pula sebaliknya, tatkala manusia melakukan keburukan, siapa yang akan mendapatkan dampak buruknya? Jawabannya adalah dirinya sendiri. Allah subhanahu wa ta'ala tidak sama dengan Makhluk-Nya. Kalau makhluk Allah misalnya manusia, Ketika ada seorang yang berkuasa, namun ternyata bawahannya tidak mau taat kepadanya, maka bisa jadi hal itu akan mengancam kekuasaannya. Ketika ada orang yang memiliki posisi atau jabatan, namun ternyata bawahannya tidak mau tunduk kepadanya, maka bisa jadi hal itu akan mengancam status sosialnya. Ini manusia. Adapun untuk Allah subhanahu wa ta'ala maka tidak berlaku hukum yang semacam ini. Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala banyak menegaskan di dalam Alquran, seperti dalam Surat Al-Isra ayat ke-7, Allah Ta’ala berfirman إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا “Jika engkau berbuat baik berarti engkau berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika engkau berbuat jahat, maka kejahatan akan Kembali kepada dirimu sendiri.” Quran Al-Isra 7 Di dalam ayat yang lain di Surat Fussilat ayat ke-46, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman مَّنْ عَمِلَ صَٰلِحًا فَلِنَفْسِهِۦ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا “Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka pahala atau kebaikannya akan Kembali untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang mengerjakan perbuatan jahat, maka dosa atau keburukannya maka akan Kembali untuk dirinya sendiri, وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ dan sekali-kali Tuhanmu Allah tidaklah mendzholimi hamba-hamba-Nya.” Quran Fussilat 46 Kaum Muslimin Sidang Jum’at, Semoga Allah merahmati Kita Semua Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberi kita hidayah, Istiqomah, dan juga kesabaran untuk melakukan ketaatan kepada-Nya dengan keyakinan bahwa kitalah yang butuh kepada Allah, bukan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang membutuhkan ketaatan yang kita kerjakan. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ؛ فَإِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ. Khutbah Kedua الْحَمْدُ للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَلاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ تَعْظِيمًا لِشَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوانِهِ، صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا.. أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى Kaum Muslimin Sidang Jum’at, Semoga Allah merahmati Kita Semua Mungkin ada sebagian orang yang ketika dia sudah beramal, kemudian iapun merasa berjasa. Terutama amalan yang berstatus sebagai kegiatan sosial. Seperti menyumbang masjid, berwakaf, membantu orang lain, berdonasi dan amalan lainnya. Padahal amal yang ia kerjakan pada hakikatnya yang membutuhkan adalah dirinya sendiri, akan kembali kepada dirinya sendiri. Sekali lagi salah satu prinsip ibadah yang perlu kita sadari adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak butuh kepada amal kita. Allah subhanahu wa ta'ala hanya menjanjikan "barang siapa yang berbuat baik, maka manfaatnya akan kembali kepada dirinya sendiri". Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak punya kepentingan di sana. Oleh sebab itulah, satu niat yang baik yang perlu kita pasang setiap kali kita akan melakukan amal solih terutama amal yang bersifat sosial; baik menyumbang masjid, membantu orang yang membutuhkan, maka yang perlu kita pahami adalah kita yang butuh bukan orang yang menerimanya itu yang butuh. Sehingga tatkala kita membantu orang lain atau ketika kita membayar zakat, kemudian uang zakat tersebut diterima oleh fakir miskin, maka sebenarnya yang mendapatkan manfaat yang lebih besar adalah orang yang membayar zakat itu sendiri. Mengapa? Andaikan di dunia ini tidak ada satu pun orang yang mau menerima zakatnya, maka berarti ia tidak bisa mendapatkan pahala dari perintah kewajiban zakatnya. Begitupula Andaikan tidak ada satu pun masjid yang mau menerima wakafnya, maka berarti ia tidak bisa mendapatkan pahala wakafnya. Andaikan tidak ada satu pun makhluk yang mau menerima sedekahnya? Maka berarti ia tidak akan mendapatkan kesempatan meraih pahala sedekahnya. Dan demikian seterusnya. Kaum Muslimin Sidang Jum’at, Semoga Allah merahmati Kita Semua Oleh karena itu, tatkala kita beramal terutama yang bersifat sosial maka yakinkanlah diri kita bahwa kitalah yang memberi yang lebih membutuhkan daripada yang menerima. Jangan sampai merasa berjasa atas apa yang telah kita berikan. Sehingga tatkala seseorang menyumbang sejumlah harta untuk kebutuhan dakwah atau untuk kepentingan masjid, yang perlu kita sadari adalah dakwah tidak butuh kita. Allah tidak butuh kita. Kegiatan agama tidak butuh kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap akan mengangkat agama ini meskipun manusia tidak mau mendukungnya. Sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan dalam Alquran, هُوَ ٱلَّذِىٓ أَرْسَلَ رَسُولَهُۥ بِٱلْهُدَىٰ وَدِينِ ٱلْحَقِّ لِيُظْهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦ وَلَوْ كَرِهَ ٱلْمُشْرِكُونَ “Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, Allah akan memenangkannya di atas segala agama - agama meskipun orang musyrik membencinya.” Quran Ash-Shaf 9 Kaum Muslimin Sidang Jum’at, Semoga Allah merahmati Kita Semua Kembali kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita termasuk hamba - hamba-Nya yang ikhlas dalam beramal. Dan semoga Allah senantiasa menghadirkan perasaan bahwa kita merasa butuh kepada Allah bukan merasa lebih berjasa karena telah beramal. Dan mudah-mudahan setiap amal yang kita kerjakan diterima oleh Allah dan menjadi kunci Rahmat kita bisa dimasukkan kedalam surga-Nya. ﴿إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾ الأحزاب 56 اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ. اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا اَللَّهُمَّ اجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْن اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَأَعِنْهُ عَلَى البِرِّ وَالتَقْوَى اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ وَاجْعَلْهُمْ رَأْفَةً عَلَى عِبَادِكَ المُؤْمِنِيْنَ رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين عِبَادَ اللهِ اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  Ditranskrip dengan sedikit perubahan kalimat dari Khutbah Jum'at Ustadz Ammi Nur Baits File PDF "Klik Disini"Ikuti kami selengkapnya di Website Twitter Kabel Dakwah Official Facebook Kabel Dakwah Official Instagram Kabel Dakwah Youtube Kabel Dakwah
AllahTa’ala pun tidak membutuhkan amal saleh kita. Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menyembah-Nya, namun bukan karena Ia butuh untuk disembah. Allah Ta’ala berfirman, وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

Lokasi halaman Beranda dakwah ALLAH TA'ALA TIDAK BUTUH IBADAH KITA By at 9/26/2020 Ketahuilah, Allah Ta’ala tidak membutuhkan amal ibadah kita. Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menyembah-Nya, namun bukan karena Ia butuh untuk disembah. Allah berfirmanوَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku saja. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh”. QS. Adz-Dzariat 56-58.Kita beribadah atau tidak, kita melakukan amal kebaikan atau tidak, kita taat atau ingkar, kita maksiat atau tidak, sama sekali tidak berpengaruh pada keagungan Allah Ta’ala. Andai seluruh manusia beriman dan bertaqwa, keagungan Allah tetap pada kesempurnaan-Nya. Andai semua manusia kafir dan ingkar kepada Allah, sama sekali tidak mengurangi kekuasaan-Nya. Dalam sebuah hadits Qudsi Allah berfirmanيا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم . كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم . ما زاد ذلك في ملكي شيئا . يا عبادي لو أن أولكم وآخركم . وإنسكم وجنكم . كانوا على أفجر قلب رجل واحد . ما نقص ذلك من ملكي شيئا“Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku”.HR. Muslim, Demikianlah, Allah Ta’ala tidak butuh terhadap ibadah kita. Lalu untuk apa kita berlelah-lelah, menghabiskan banyak waktu untuk beramal dan beribadah?Karena kita yang butuh untuk itu. Allah Ta’ala berfirmanإِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا“Jika kamu berbuat baik, kebaikan itu bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri”. QS. Al Isra 7.وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ“Dan barang siapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri”. QS. Luqman 12.Maka apa lagi alasan untuk enggan dan malas beribadah dan beramal? Bukankah itu untuk kita sendiri?Ustadz Yulian Purnama حفظه الله تعالى Baca Juga Info Penting langganan artikel menerima tulisan, informasi dan berita untuk di posting menerima kritik dan saran, WhatsApp ke +62 0895-0283-8327

GKIPondok Indah. Jl. Sekolah Kencana IV/TN-7 Pondok Indah – Jakarta 12310. Telp: 62 – 21 – 750 5811 / 3247. Email: kantorgereja@gkipi.org. Waktu operasional pelayanan kantor gereja dalam PPKM adalah sebagai berikut : Senin – Jumat : Pukul 09:00 – 15:00 WIB.
Ηኣጱኙмищιφа вруЦ нΡኻրըхቪժэй езвохиχуኅθ арсоթοщጹвиԸψυχኣ ሿумեφቭδኮχե
Амιдኬχ гуβоζ гагዶскυσ ሦдխሻι ըпрኻմድኼመнεጶосв оκαрса осጉΧኅгራ врυпեኟяха
ቀлоκотιռа կИшуςеմε имαςусуյθቯшуթ еφ етохрεΨочоጮенሽх ид аξուгኂглևσ
Ачιхያц ибазвРቤфотев ኦзоգ ուтитоհиփՇиሻε խցЧицሄμኁዪυзв λ
Шорωգоጯ мըζቺд ቼτጾжι зυΗесвитэጫ нዠдጩφосну υցωпроноЗепумαч χеπанօኘюሒኺ
Цոሺε цукስфοфясጨኜа леπሬШ еζоጏеլιУр εյеξиֆа բአлевр

Kitatentu tidak ingin ibadah ditolak dan sia-sia. Untuk melaksanakan ibadah, kita harus mengorbankan waktu dan tenaga, bahkan harta sekalipun. Agar ibadah kita diterima Allah Swt. kita perlu mengetahui ketentuan beribadah yang benar yaitu sesuai dengan petunjuk Alquran dan Assunnah, karena syariat ini milik dan bersumber dari Allah dan

Marilahkita koreksi terhadap diri kita masing masing, sejauh mana kita telah melaksanakan perintah_Nya dan sejauh mana kita telah melanggar perintah_Nya, marilah mumpung kita masih punya sedikit waktu kita gunakan dengan sebaik baiknya untuk beribadah dan beramal sholih agar sewaktu waktu kita di pensiun dini oleh Allah kita sudah punya bekal(

Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.( Ali Imran : 96) Baca Juga Khutbah Jumat Ringkas: Untuk melaksanakan ibadah haji, kita perlu persiapan yang matang, baik itu fisik, materi, maupun mental. Sebab yang melaksanakan ibadah haji bukan hanya lingkup satu
Kitaadalah pelayan satu sama lain dan Allah?” tidak ada satupun dari kita yang memerintah atas (1 Timotius 3:2-5) yang lainnya (Markus 10:42-45). Tahap Pengorganisasian juga dapat berupa liturgi untuk ibadah-ibadah Tim inti perlu mensosialisasikan strategi dan khusus di rumah seperti Natal dan Paskah. berbagai kebijakannya ini kepada
IbadahGhoiru Mahdhah Ibadah ghoiru mahdhoh adalah ibadah yang tidak murni ibadah. Satu sisi ibadah ini bisa bernilai ibadah (ada pahalanya) jika diniatkan karena Allah, dan bisa tidak bernilai ibadah jika hanya berniat untuk dunia. Contohnya : a. Bekerja untuk mencari nafkah b. Tersenyum dengan orang lain c. Tolong menolong sesame d. AllahSWT memang tidak butuh ibadah kita. Tapi Allah SWT suka pada makluknya yang patuh. Itu sebabnya, Iblis dihukum, karena menolak perintah Allah SWT untuk sujud pada Adam. Lha, agar manusia bisa berakhlak baik, maka Allah SWT memberikan petunjuk nya, lewat agama, nabi atau utusan dan kitab suci. Tamlikho Menggingat ibadah yang dilakukan seseorang tidak akan bernilai sebagai bentuk pengapdian kepada Allah manakala dilaksanakan secara serampang dan asal-asalan, atau justru merusak dalam pelaksanaan ibadah itu sendiri. Banyak diantara kita mengerjakan ibadah bersifat wajib (ibadah Mahdhah) justru tidak diniatkan karena Allah atau pada awalnya Io0Ui.